Peliharalah imanmu dengan memperbanyak sedekah, bentengilah hartamu dengan mengeluarkan zakat, dan tolaklah gelombang bencana dengan senantiasa berdo'a kepada Allah (Ali bin Abi Thalib r.a.)
Anda di Beranda Darul Ihsan » , , » Menyantuni dan memberdayakan anak yatim

Menyantuni dan memberdayakan anak yatim

Posted by soni On Kamis, 12 Januari 2012 0 komentar
Setiap 10 Muharam atau yang dikenal Asyura, Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk berpuasa. ''Sesungguhnya hari Asyura adalah termasuk hari yang dimuliakan Allah. Barang siapa yang suka berpuasa, maka berpuasalah'' (Muttafaq'alaih). Anjuran Rasulullah SAW tersebut sering dipandang sebagai wujud penghormatan kepada hari kemerdekaan kaum lemah/dhuafa, khususnya anak yatim. Karena itu, dalam tradisi umat Islam Indonesia, Asyura sering pula disebut sebagai hari raya anak yatim.

Kata yatim berasal dari bahasa Arab berupa fail pelaku, berbentuk tunggal dengan jamaknya yatama atau aitam yang berarti anak (laki/perempuan) yang belum dewasa dan orangtuanya telah meninggal dunia. Karena ketidakmampuan mereka secara fisik dan sosial inilah maka umat Islam sangat dianjurkan untuk menyantuni dan memberdayakan mereka agar kelak mampu dalam menghadapi kehidupan dunia ini.

Menyantuni dan memberdayakan mereka ini penting karena Al Quran sendiri mengingatkan hal tersebut sebanyak 22 kali, antara lain; pada surat Al Baqarah (2) ayat 83, 177, 215, 220, An Nisaa' (4) ayat 2, 3, 6, 8, 10, 36, dan 127, Al An'aam (6) ayat 152. Program ini, bagi umat Islam secara keseluruhan adalah wajib, dan bukan terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, seperti harta, tetapi secara umum juga mencakup hal-hal yang bersifat psikis (QS 93:9 dan 107:2). Sedangkan anjuran membela dan menyantuni anak yatim tampak lewat berbagai hadis Rasulullah SAW. ''Sering-seringlah mengusap kepala anak yatim,'' kata Nabi yang dijadikan yatim oleh Allah SWT. ''Hiasilah rumahmu dengan (memelihara) anak yatim''.

Dalam menyantuni anak yatim, terutama mereka yang memiliki harta haruslah dengan penuh tanggung jawab dan profesional. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka) (QS An Nisaa': 10). Juga, dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa (QS Al An'aam: 152).

Kendati demikian Alquran juga membolehkan wali miskin memakan harta anak yatim dan tidak membolehkan wali kaya memakannya (QS An Nisaa: 6). Adapun dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan masalah ini. Pada suatu hari datang seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: ''Ya, Rasulullah, aku ini orang miskin, tapi aku memelihara anak yatim dan hartanya, bolehkah aku makan dari harta anak yatim itu?'' Rasulullah SAW menjawab, ''Makanlah dari harta anak yatim sekadar kewajaran, jangan berlebih-lebihan, jangan memubazirkan, jangan hartamu dicampurkan dengan harta anak yatim itu'', (HR Abu Dawud, an Nasa'i, Ahmad, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar bin Khattab).

Berkaca dari pesan Al Quran dan Sunah Rasul tersebut, dalam situasi krisis berkepanjang seperti ini, maka menyantuni anak yatim merupakan perbuatan sangat terpuji. Semua itu kita lakukan agar kita terhindar dari ancaman Al Quran sebagai pendusta agama (QS al-Maun: 1-3).

source : http://dariislam.blogspot.com/


Publisher : soni ~ Berbagi Info, Artikel, Tips dan Trik ~

Artikel Menyantuni dan memberdayakan anak yatim, ini dipublish oleh soni pada hari Kamis, 12 Januari 2012. Terima kasih atas kunjungan Anda, serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar yang ada dibawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar